Kamis, 30 Oktober 2014

Apa itu Listrik 1 Phase dan 3 Phase

Setiap yang berkecimpung dalam dunia instalasi listrik pasti pernah mendengar listrik 1 phase atau listrik 3 phase, tetapi apa itu sebenarnya listrik 1 phase dan 3 phase. Lalu apa itu listrik Netral dan Ground.

Disini kita akan coba sedikit membahasnya:
Sistem listrik 3 phase pertama kali diperkenalkan dan dipatenkan oleh Nikola Tesla pada tahun 1887 dan 1888. Sistem ini secara umum lebih ekonomis dalam penghantaran daya listrik, dibanding dengan sistem 2-phase atau 1-phase, dengan ukuran penghantar yang sama. Karena sistem 3-phase dapat menghantarkan daya listrik yang lebih besar. Dan juga peralatan listrik yang besar, seperti motor-motor listrik, lebih powerful dengan sistem ini.

PLN mengaplikasikan sistem 3-phase dalam keseluruhan sistem kelistrikannya, mulai dari pembangkitan, transmisi daya hingga sistem distribusi. Oh iya, agar lebih jelas, sistem kelistrikan PLN secara umum dibagi dalam 3 bagian besar :
  • 1. Sistem Pembangkitan Tenaga Listrik
    Terdiri dari pembangkit-pembangkit listrik yang tersebar di berbagai tempat, dengan jenis-jenisnya antara lain yang cukup banyak adalah PLTA (menggunakan sumber tenaga air), PLTU (menggunakan sumber batubara), PLTG (menggunakan sumber dari gas alam) dan PLTGU (menggunakan kombinasi antara gas alam dan uap). Pembangkit-pembangkit tersebut mengubah sumber-sumber alam tadi menjadi energi listrik.
  • 2. Sistem Transmisi Daya
    Energi listrik yang dihasilkan dari berbagai pembangkit tadi harus langsung disalurkan. Karena energi listrik sebesar itu tidak bisa disimpan dalam baterai. Karena akan butuh baterai kapasitas besar dan menjadi sangat tidak ekonomis. Untuk itulah suplai energi listrik bersifat harus sesuai dengan permintaan saat itu juga, tidak ada penyimpanan. Karena itu sistem transmisi daya listrik dibangun untuk menghubungkan pembangkit-pembangkit listrik yang tersebar tadi dan menyalurkan listriknya langsung saat itu juga ke pelanggan-pelanggan listrik. Saluran penghantarannya dikenal dengan nama SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi), SUTET (Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi) dll. Pastinya nggak asing dech dengan bentuknya yang kaya menara itu ya..
    Di Jawa-Bali, sistem transmisi daya listrik ini diatur oleh P3B (Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban) Jawa-Bali yang berlokasi di daerah Gandul, Cinere, Bogor.
  • 3. Sistem Distribusi Daya Listrik
    Dari sistem transmisi daya tadi, listrik akan sampai ke pelanggan-pelanggannya (terutama perumahan) dengan terlebih dahulu melalui Gardu Induk dan kemudian Gardu Distribusi. Gardu Induk mengambil daya listrik dari sistem transmisi dan menyalurkan ke Gardu-gardu distribusi yang tersebar ke berbagai daerah perumahan. Dan di dalam gardu distribusi, terdapat trafo distribusi yang menyalurkan listrik langsung ke rumah-rumah dengan melewati JTR (Jaringan Tegangan Rendah), yang biasanya ditopang oleh tiang listrik.
     
    Listrik 3-phase adalah listrik AC (alternating current) yang menggunakan 3 penghantar yang mempunyai tegangan sama tetapi berbeda dalam sudut phase sebesar 120 degree, apa itu sudut phase akan dibahas diartikel yang lain. Ada 2 macam hubungan dalam koneksi 3 penghantar tadi : hubungan bintang (“Y” atau star) dan hubungan delta. Sesuai bentuknya, yang satu seperti huruf “Y” dan satu lagi seperti simbol “delta”. Tetapi untuk bahasan ini kita tidak membahas secara mendalam tentang hubungan bintang dan hubungan delta.


    Secara umum sistem 3 phase menghasilkan 4 titik yang dikenal dengan titik R, S, T dan N. Titik R, S dan T adalah titik yang memiliki tegangan dan N adalah titik yang tidak bertegangan. Artinya apabila titik R, S dan T dihubungkan ke Ground maka akan menghasilkan arus listrik (tergantung beban yang dilewatinya) Jika tersentuh pada manusia dan terhubung ke ground maka akan merasakan arus listrik/kesetrum. Dan sebaliknya titik N tidak bertegangan ditandai jika menggunakan test pen maka lampu tidak akan menyala (tidak akan menyebabkan kesetrum). 

    Dalam sistem 3 phase dikenal akan istilah, tegangan antar phase (Vpp : voltage phase to phase atau ada juga yang menggunakan istilah Voltage line to line) dan tegangan phase ke netral (Vpn : Voltage phase to netral atau Voltage line to netral). Pada jaringan PLN yang digunakan di Indonesia besarnya tegangan phase to phase adalah berkisar antara 380 volt dan phase to netral adalah 220 volt. Tegangan phase to netral inilah yang di distribusikan ke rumah-rumah pelanggan listrik. Kenapa seperti itu, jawabannya karena rumusnya seperti berikut:

    Vpn = Vpp/√3  –>  220V = 380/√3


    Itulah kenapa kalau kita lihat jaringan jaringan listrik distribusi ke penduduk terdapat 3 kabel karena jaringan distribusi menggunakan sistem 3 phase, dan dibagikan kerumah-rumah penduduk tinggal 1 phase yaitu yang 220 volt.
 http://www.instalasilistrikrumah.com/sistem-listrik-3-phase/

Rabu, 29 Oktober 2014

Apa itu Standard Code?

Pengenalan Standard Code

Standard code merupakan makanan wajib bagi seorang engineer. Standard code ini menjadi dasar acuan engineer baik dalam design, testing, fabrikasi, instalasi, maupun commisioning. Selain itu juga ada beberapa code yang menjelaskan acuan untuk repair atau maintenance. Itu semua hanya mempunyai tujuan satu yang ujung-ujungnya untuk safety, baik yang berdampak terhadap humanity maupun terhadap sistem itu sendiri.


Masing-masing disiplin mempunyai code sendiri. Dasar pengembangannya berdasarkan pada beberapa kasus kecelakaan sebelumnya.  Secara umum standard merupakan sebagai persyaratan perancangan yang baik dan benar sedangkan code itu sendiri merupakan produk dari lembaga standard yang disesuaikan dengan disiplin dan ditandai dengan kode-kode tertentu. Ada beberapa standard yang digunakan oleh engineer antara lain:

  1. ASME (American Society of Mechanical Engineers)
  2. API (American Petroleum Institute)
  3. ANSI (American National Standards Institute)
  4. ASTM (American Standard Testing and Material)
  5. ASCE (American Society of Civil Engineers)
  6. AWS (American Welding Society)
  7. NACE (National Association of Corrosion Engineers)
  8. NFPA (National Fire Protection Association)
  9. JIS (Japanese Industrial Standard)
  10. DIN (Deutsches Institute fur Normung)
  11. TEMA (Tubular Exchanger Manufacturers Association)
  12. EJMA (Expansion joint Manufacturers Association) , dll

Kamis, 23 Oktober 2014

Analisa faktor-faktor energi yang mempengaruhi efektifitas coil gun

Dalam merancang sebuah coil gun, maka yang sering timbul pertanyaan adalah bagaimana membuat coil gun yang efektif, dengan sumber tenaga sekecil mungkin menghasilkan tenaga lontar yang secepat mungkin, atau dengan kata lain bagaimana mencari hubungan yang tepat, antara, tegangan, capasitor dan coil.

1. Energi pada capasitor
Energi pada Capasitor didasarkan pada rumus W=1/2 (CV^2) hal ini berarti, untuk meningkatkan energi pada capasitor ada 2 variabel yang dapat digunakan, yaitu besarnya capasitansi (C) dan besarnya tegangan tersimpan (V). Dalam penerapannya untuk pembuatan coil gun, nilai capasitansi yang besar bahkan tidak selalu menyebabkan perubahan energi kinetik yang besar, karena sifat dari perancangan coil gun yang efektif adalah bagaimana energi capasitor dapat habis ketika peluru/proyektil mencapai titik tengah dari coil/selenoida. Capasitansi yang besar jika tidak dibarengi dengan tegangan yang tinggi akan menyebabkan pelepasan energi pada capasitor berlangsung lama yang akan membuat peluru tertarik kembali ketengah coil, jika pelepasan energi capasitor masih ada.

2. Energi Induktor
Energi induktor secara umum adalah W = 1/2 (LI^2) dimana L adalah induktansi induktor dan I adalah arus yang mengalir pada induktor. Secara eksperimentasi rumus ini tidak dapat diterapkan dengan ideal, ada hubungan optimum yang harus dicapai agar energi yang dimiliki oleh induktor dapat optimal untuk dirubah dalam bentuk energi kinetik peluru. Kondisi yang lebih dominan diperlukan adalah memperbesar jumlah arus yang melewati induktor dari pada memperbesar nilai induktansi.

3. Energi kinetik pada peluru
Prinsip pelepasan energi kinetik adalah mematuhi konsep dasar dalam fisika yaitu Ek = 1/2 mv^2 , dimana m adalah massa peluru dan v adalah kecepatan peluru. Setelah melalui beberapa percobaan, ternyata rumus ini juga tidak dapat diterapkan secara ideal. Secara idealis untuk mempercepat lontaran coil gun maka diharuskan untuk memperkecil massa dari proyektil tersebut, ternyata dengan memperkecil massa peluru menyebabkan luas permukaan peluru yang tertarik magnet juga makin kecil yang menyebabkan gaya tarik magnetnyapun mengecil yang justru berdampak memperkecil kecepatan lontar dari coil gun tersebut. Untuk mensiasati hal ini, banyak eksperimentalis coil gun mencoba menggunakan peluru berongga atau peluru berbentuk cincin untuk mengatasinya.

Kesimpulan
Beberapa hal penting yang membuat coil gun optimal beroperasi / memiliki efektifitas yang tinggi adalah
1. Dimensi coil yang tepat, apakah itu panjang, jari-jari dalam, tebal lilitan dan ukuran diameter kawat.
2. Tegangan kerja yang tinggi dan capasitas capasitor yang tapat.
3. Dimensi peluru yang tepat, massa, panjang, luas permukaan dan jenis ferromagnetic yang digunakan
4. Posisi/penempatan yang tepat dari peluru yang dimasukkan didalam bibir coil. Peluru yang dimasukkan terlalu kedalam atau terlalu keluar dari bibis coil akan memperlambat hasil lontaran peluru tersebut.



Electric gun Theory

Listrik atau electricity adalah suatu bentuk tenaga (energi) yang sangat fleksibel untuk digunakan. Bermacam-macam peralatan dapat timbul berkat pemanfaatan dari tenaga listrikan ini. Selain dari pada itu kelebihan listrik lainnya adalah dapat diciptakan dari berbagai sumber.

Namun dewasa ini pemanfaatan energi listrik yang masih dalam tahap eksperimentasi adalah pemanfaatan energi listrik untuk peluncuran proyektil apakah itu coil gun atau rail gun.

Apa itu coil gun:
Coil gun atau gauss gun merupakan suatu alat/instrumen yang dapat mempercepat sebuah proyektil/peluru berbahan besi (ferromagnetic) bergerak di dalam sebuah tabung, dan terlontar dengan kecepatan tertentu dengan memanfaatkan tenaga magnet akibat adanya efek electromagnet sesaat didalam tabung tersebut. Coil gun tidak menghasilkan bunyi, dentuman, ledakan atau percikan api dari tembakan tersebut.
Bagaimana membuat coil gun.
Coil gun dibuat dengan cara melilitkan sebuah pipa (laras) dengan coil dan menghubungkannya dengan energi listrik sesaat, sehingga menimbulkan energi magnet sesaat yang dapat menarik proyektil dan melemparkannya.

Apa yang dibutuhkan untuk membuat coil gun
Untuk membuat Coil gun dibutuhkan:
1. Coil / lilitan kawat yang digulungkan pada sebuah laras.
2. Capasitor (tempat menyimpan energi listrik sesaat)
3. Electronik Switching (SCR,IGBT, Transistor, Mosfet,dll)
4. Safety Dioda (untuk membatasi terjadinya osilasi)
5. Indicator Tegangan
6. Switch
 

Kamis, 16 Oktober 2014

Merancang dan Membuat Senjata Elektromagnet (Coil Gun)

Desa Bukit Harapan/Siak,

Pada hari ini, kamis 16 Oktober 2014. Selesailah sudah perancangan coil gun yang telah menarik perhatianku.

Dari segala pemikiran, perkiraan, perancangan, pembuatan serta hasil yang diperoleh dari pembuatan coil gun ini memang masih jauh dari standar kelayakan sebuah senjata. Bahkan maaf ngomong, tenaga magnit yang berhasil diubah ketenaga kinetik bisa dikatakan sangat kecil, bahkan tembak-tembakan anak-anak yang harganya dibawah Rp.50.000,- masih lebih kuat tenaganya dari pada coil gun yang saya buat ini yang sudah menghabiskan dana sekitar Rp. 600.000,-.

Ini tampang dari coil gun yang telah saya buat

 

Keterangan Gambar:
1. Yang merah diatas adalah laras yang memiliki hulu lontar dari spul/coil
2. Dibawahnya terdapat 3 Capasitor Electrolit 680 uF 400 Volt yang dihubungkan seri (untuk mempertinggi tegangan)
3. Dibelakang Capasitor terdapat 4 buah SCR Tipe 40TPS12A yang dihubungkan paralel, untuk datasheet bisa searching sendiri.
4. Disamping Capasitor seperti terlihat di gambar, yang ada LEDnya adalah indikator, penuh atau belumnya pengisian muatan pada Capasitor. Indikator terdiri dari 6 buah Zener 56 volt yang diserikan, LEd dan resistor sebagai pengatur arus masuk ke dioda zener (tanpa resistor maka dioda zener akan terbakar).
5. Dibelakang SCR terdapat dioda baut yang berguna untuk mengatasi arus balik dari spul. (arus diri kumparan) yang mana apabila tanpa dioda baut ini arus tersebut akan dapat merusak Capasitor, karena spul akan memberikan arus yang berlawanan dengan yang diterima kapasitor.
6. Rangkaian inverter, yang dapat menaikkan tegangan dari Battrai 12 volt menjadi 350 volt, untuk selanjutnya diserikan sehingga tegangan total adalah sekitar 1000 volt,

Gambar rangkaian inverternya,
  

7. Switch atau saklar, yang berfungsi untuk memutus atau menyambung arus, sehingga jadilah tembakan, 
8. Power, atau sumber listrik. Berupa batrai 12 VDC, 

Gambar coil gun saya dari sisi yang lain.




Seperti diataslah, kira-kira coil gun 1 saya yang telah saya buat, dan akan saya sempurnakan lagi. Kalo ada mas-mas, tuan-tuan atau mbak-mbak yang tertari, mau tanya-tanya atau apapun itu bisa kirim komentar. Sangat saya tunggu, komentar dari anda-anda sekalin.